Jumat, 04 Oktober 2013

Sendirinya

Sahabatku, aku bukanlah seperti yang engkau lihat. Engkau hanya melihat pakaianku – sehelai kain lusuh yang ditenun halus untuk melindungiku dari pertanyaanmu dan melindungi dirimu dari keacuhanku.  Diriku berada dalam aku, yang bersemayam dalam rumah kesunyian, dan akan tinggal di sana, tak akan bisa disangkal ataupun didekati. Dan aku menikmati perjamuan sendirian.
Aku tidak ingin engkau mempercayai perkataanku atau meyakini apa yang aku lakukan. Karena kata-kataku sama sekali tak berarti, sementara pemikiranmu sendiri telah terdengar, pun tindakanku merupakan perwujudan dari harapanmu. Pabila engkau berkata,” angin bertiup menuju ke arah timur.” Aku akan mengatakan,” yah, angin bertiup ke arah timur.” Sebab aku tak ingin engkau tahu bahwa pikiranku tidak bersarang pada angin namun dalam samudera. Engkau tiada mampu memahami samudera pemikiranku, tidak pula ingin membuat engkau mengerti. Aku akan berada di samudera itu sendirian.
Pabila siang bersamamu, duhai sahabatku, aku akan bersama malam. Maka walau aku membicarakan tentang gelombang senja yang menari di atas bukit, dan semburat ungu yang mencuri jalan menyeberang lembah – engkau tak akan mampu mendengar nyanyian kegelapanku, ataupun menatap kepakan sayapku yang memukul bintang-bintang. Sejujurnya aku memang tak ingin engkau mendengar atau melihatnya. Aku ingin bersama malam sendirian.
Ketika engkau menaiki tangga surgamu, aku menuruni terjalan nerakaku – meski kemudian engkau memanggilku melewati gurun yang tak mampu diseberangi. “Sahabatku, wahai karibku.” Dan aku menyahuti panggilanmu dengan hal yang sama,”Sahabatku, wahai karibku,” sebab sejujurnya aku tak ingin engkau menyaksikan nerakaku. Nyala api akan membakar pandangan matamu dan asap akan memenuhi lubang hidungmu. Dan aku sangat mencintai nerakaku sehingga takkan kuijinkan engkau mengunjungiku. Aku akan berada di neraka sendirian.
Engkau sangat mencintai kejujuran, keindahan dan kepolosan, pun demi dirimu aku mengatakan ini dengan lancar dan bertindak seolah aku mencintai semua hal tersebut. Namun dalam hati aku menertawakan segala nilai kesederhanaan itu. Dan aku tidak akan mengijinkan engkau ikut tertawa. Aku akan tertawa sendirian.
Sahabatku, engkau ini baik, perhatian dan penuh perasaan, tak ragu lagi, engkau sempurna. Aku pun bermaksud berbicara padamu dengan penuh perhatian dan penuh perasaan. Walaupun kenyataannya aku gila. Namun aku mampu menutupi kegilaanku. Aku memilih jadi gila sendirian.
Sahabatku, engkau bukanlah sahabatku, namun bagaimana aku bisa membuatmu memahami ini? Bagianku bukanlah bagianmu… walaupun kita pernah berjalan bersama, atau duduk-duduk bersama.
Akankah nyanyian samudera berakhir di pantai, ataukah dalam hati orang yang mendengarnya.
………………………………………………………………
Kahlil Gibran 1000%


Tidak ada komentar:

Posting Komentar